zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Celoteh Seorang Mahasiswa Lama



HIDUP MAHASISWA!
HIDUP RAKYAT INDONESIA!

Kalimat itu, yang sepertinya hanya menjadi euforia penyambutan mahasiswa baru di kamus ini selalu membangkitkan semangat saya sebagai seorang mahasiswa, tapi ada sebuah pertanyaan yang cukup penting untuk direnungkan. Apakah saya sudah memiliki mental sebagai seorang mahasiswa ataukah saya masih bermentalkan seorang siswa?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut saya mencoba mencari tahu apa definisi dari kata “mahasiswa”. Kemudian saya pun jadi teringat ketika mengikuti OKK UI, waktu saya diberitahu bahwa “sesungguhnya mahasiswa adalah pemuda-pemudi yang memiliki keyakinan kepada kebenaran dan telah tercerahkan pemikirannya serta diteguhkan hatinya saat mereka berdiri di hadapan kezaliman. Oleh sebab itu, sepatutnya mahasiswa bergerak untuk mengubah kondisi bangsa menuju masyarakat madani yang adil dan makmur” (Pembukaan UUD IKM UI Alinea I). Setidaknya tidak sia-sia saya mengikuti OKK walaupun saya tidak menyelesaikan pendidikan di sana. Karena OKK adalah pertama kalinya saya diperkenalkan ke dunia mahasiswa yang secara mendasar memiliki perbedaan dengan dunia siswa ketika saya masih belajar di sekolah menengah maka persepsi tentang dunia mahasiswa itulah yang paling mengena dalam diri saya karena bagaimanapun kesan pertama tidak akan mudah untuk digantikan dengan kesan-kesan berikutnya.

Lalu apa saja perbadaan yang dimiliki seorang mahasiswa dengan seorang siswa?

  • Belajar dengan orientasi nilai
Sebenarnya wajar-wajar saja apabila saya belajar dengan tujuan untuk mendapatkan nilai yang bagus apalagi di kampus ini nilai menjadi faktor penentu supaya saya bisa melanjutkan pendidikan di sini. Justru yang tidak wajar adalah keinginan untuk mendapatkan nilai yang baik tapi tidak mau berusaha. Tapi ketika saya mencoba bertanya untuk apa nilai bagus tersebut? Untuk lulus dan membahagiakan orang tua. Sepertinya ini jawaban paling bagus yang saya dapatkan. Tapi untuk apa nilai sebagus itu kalau saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dengan ilmu itu. Kalau misalnya saya mendapat nilai A pada mata kuliah Manajemen. Mau saya apakan nilai itu? Naik tingkat sudah, membahagiakan orang tua juga.  Lalu?

  • Tujuan setelah lulus
Ketika SD tujuan saya adalah lulus dengan nilai yang bagus supaya bisa masuk ke SMP favorit. Ketika SMP tujuan saya adalah lulus dengan nilai yang bagus supaya bisa masuk ke SMA favorit. Begitu juga ketika SMA tujuan saya adalah lulus dengan nilai yang bagus supaya bisa masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Lalu apakah setelah lulus kuliah berarti tugas belajar saya sudah selesai? Walaupun kampus adalah miniatur dari dunia yang sebenarnya tapi masih banyak perbedaan antara kehidupan kampus dan kehidupan di dunia keja nanti. Bahkan IP cumlaude pun tidak bisa menjadi jaminan untuk bisa sukses ketika terjun ke dunia masyarakat. Lalu apa tujuan saya lulus kuliah?

  • Beban yang diemban
Dari kutipan pada mukadimah di atas dapat disimpulkan bahwa seorang mahasiwa di samping kewajiban utamanya untuk belajar juga memiliki kewajiban untuk memikirkan bangsanya, hal ini juga sempat disinggung oleh salah seorang dosen saya semester kemarin. Saya kuliah di STAN memang katanya gratis tapi kalau kita tengok di balik kata gratis terdapat uang rakyat, saya kuliah di sini dibiayai oleh rakyat yang bahkan untuk makan saja mereka masih kesulitan. Tidak hanya kuliah bahkan SMA pun saya dibiayai oleh rakyat untuk itu sudah seharusnya saya memberikan sesuatu yang bermanfaat untuk mereka yang telah ikhlas membiayai pendidikan saya. Apa lagi ditambah dengan predikat-predikat yang melekat pada diri seorang mahasiswa: agent of change, agent of social control, iron stock, dan predikat lainnya. Lalu apa yang harus saya lakukan sebagai seorang mahasiswa untuk bangsa ini?

  • Melakukan sesuatu atas dasar kebutuhan bukan keinginan
Ketika saya masih menjadi seorang siswa saya lebih cenderung melakukan sesuatu atas dasar keinginan bukan kebutuhan. Tanpa melihat apakah itu baik atau buruk, bermanfaat atau tidak. Tapi ketika saya sudah menjadi mahasiswa sepertinya sudah bukan masanya lagi untuk melakukan hal-hal seperti itu. Sudah saatnya mengurangi hal-hal yang kurang bermanfaat dengan hal-hal yang lebih bermanfaat, tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga lingkungan sekitar. Lalu hal apa sajakah itu?

Sebenarnya masih banyak lagi perbedaan mendasar seperti dari segi fisik, psikologis, dan lainnya, tapi berhubung ini sudah larut malam dan besok juga kuliah seharian penuh (curcol). Hanya itu saja celotehan yang ingin saya sampaikan malam ini. Lalu apa jawaban dari pertanyaan paada setiap poin di atas. Nah, kalian kan masih mempunyai kesempatan yang lama untuk menjadi seorang mahasiswa, dua atau tiga tahun lagi. Jadi selamat mencari jawabannya, tidak hanya jawaban untuk pertanyaan ini tapi juga pertanyaan-pertanyaan yang akan muncul selama kalian menyandang gelar MAHAsiswa.

Terakhir, tulisan ini hanyalah sebuah persepsi dari seorang mahasiwa biasa yang kebetulan juga seorang mahasiswa lama yang sudah memasuki tahun terakhir kuliahnya walaupun masih BELIA yang mencoba mengintrospeksi diri apakah selama menjadi seorang mahasiswa selama dua tahun lebih sudah memiliki mental seorang mahasiswa ataukah masih bermental  seorang siswa dan ingin sedikit berbagi kepada adik tingkatnya.

"Nilai yang diwariskan oleh kemanusiaan hanya untuk mereka yang mengerti dan membutuhkan. Humaniora memang indah bila diucapkan para mahaguru—indah pula didengar oleh mahasiswa berbakat dan toh menyebalkan bagi mahasiswa-mahasiswa bebal. Berbahagialah kalian, mahasiswa bebal, karena kalian dibenarkan berbuat segala-galanya (Rumah Kaca, hal. 39)" _Pramoedya Ananta Toer_
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

2 komentar

  1. Wew,,, sumpah kak kata2nya keren banget. salam hangat dr camaba STAN 2013 :)
    semoga bisa mengikuti jejak kka sbg blogger yg tulisanya interrested. kebetulan sy bercita2 ingin menjaadi penulis, lebih tepatnya penulis utk mengangkat kebenaran dan memperbaiki keterpurukan.

    BalasHapus