zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Mahasiswa Apatis


Apatisme.. Ya, memang hak setiap orang untuk menjadi apatis atau tidak. Sebelum melanjutkan tulisan ini saya tekankan bahwa di sini saya tidak sedang mempersuasi mahasiswa yang menurut beberapa golongan dianggap apatis menjadi tidak apatis, karena kalau menurut pemahaman saya tentang apatisme saya juga termasuk orang yang apatis. Tidak mungkin kan seseorang melakukan persuasi agar mahasiswa yang dianggap apatis menjadi tidak apatis sementara dirinya sendiri termasuk golongan apatis itu.

Menurut pendapat saya apatisme adalah suatu istilah yang merepresentasikan golongan yang tidak ambil pusing dengan salah satu kegiatan baik akademik maupun nonakademik ataupun juga tidak ambil pusing terhadap keduanya. Seorang mahasiswa dapat dikatakan tidak apatis ketika dia bisa menyelaraskan antara akademik dan nonakademik (organisasi). Mengapa demikian? Sebagai mahasiswa tentunya kita dikodratkan untuk dapat memanfaatkan ilmu yang diperoleh supaya bisa berguna bagi masyarakat.

Jika pola pikir kita mengarah pada organisasi adalah suatu beban yang dapat menghambat akademik itu adalah tidak sesuai, menurut saya. Apalagi jika yang menganggap akademik adalah prioritas nomor dua, itu lebih tidak sesuai lagi karena tugas utama seorang mahasiswa adalah belajar (akademik). Tapi harus kita ingat bahwa organisasi itu tidak hanya di kampus, jadi jangan beranggapan bahwa orang-orang yang tidak aktif organisasi di kampus (tingkat eksekutif, tingkat legislatif, UKM, atau lainnya) adalah mahasiswa yang tidak tertarik dengan organisasi karena organisasi tidak hanya ada di dalam kampus. Tapi di luar kampus juga tentunya lebih banyak lagi daripada organisasi di kampus itu sendiri.

Harus kita ingat bahwa apa yang kita dapatkan di bangku kuliah tidak akan sama persis dengan kenyataan yang akan kita hadapi di lapangan karena dunia di luar sana akan terus berkembang dengan akselerasi yang semakin meningkat seiring dengan berkembangnya ilmu pengertahuan. Sementara itu karena sistem akademik yang ada sekarang ini, apa yang kita dapatkan di bangku kuliah tidak akan begitu jauh berbeda dengan apa yang kakak tingkat kita dapatkan pada tahun sebelumnya. Kalau kita tidak dapat menyesuaikan dengan akselerasi yang terjadi di lapangan maka kita akan tertinggal. Tapi untuk dapat menyesuaikannya tentu saja dasar kita yaitu akademik harus kita perkokoh terlebih dulu sebagai pondasi dari semua itu.

Soal untuk tidak mengikuti suatu organisasi memang itu adalah hak. Tapi harus kita ingat sebagaimana diajarkan dalam mata pelajaran PPKn ketika kita duduk di bangku SD, bahwa untuk mendapatkan hak maka kita harus melaksanakan kewajiban terlebih dulu. Lalau apa kewajibannya? Kewajibannya menurut saya adalah memberikan alasan kenapa tidak berminat untuk mengikuti suatu organisasi. Karena sepertinya zaman sekarang ini tidak mungkin tidak ada suatu organisasi yang tidak sesuai dengan minat kita baik itu di dalam maupun di luar kampus. Contohnya orang yang tidak tertarik dengan dunia ilmiah tapi tertarik dengan dunia olahraga, dia tidak akan berkecimpung di dunia ilmiah karena memang dia tidak tertarik. Hal itulah yang saya maksud dengan kewajiban meberi alasan. Setelah dia melaksanakan kewajibannya maka dia bisa menuntut haknya yaitu memilih, memilih organisasi yang sesuai dengan minatnya yaitu olahraga. Setiap orang punya jalan masing untuk berjuang dan berkontribusi tapi ketika dia memilih untuk diam maka dia telah menemui suatu jalan buntu.

Memang sepertinya sulit untuk menjadi mahasiswa yang ideal, ideal menurut saya yaitu seimbang antara akademik dan nonakademik. Dalam ilmu psikologi juga diterangkan bahwa tidak ada manusia tanpa kecenderungan. Kalau pun pada akhirnya kita terlalu cenderung kepada salah satunya kita harus tahu konsekuensi yang akan kita terima dari pilihan kita itu, kita harus terlebih dulu mempertimbangkannya supaya nanti tidak akan timbul penyesalan karena penyesalan selalu datang belakangan.

Saya melihat di kampus saya sekarang apatisme lebih disebabkan karena ketidakpedulian akan hal-hal nonakademik. Hal ini timbul karena sistem akademik yang menuntut mahasiswa untuk mencapai target yang cukup tinggi dengan adanya punnishment yang cukup berat terhadap mahasiswa yang tidak dapat mencapai target tersebut. Tidak adil, karena tidak ada reward yang seimbang yang diberikan terutama untuk mereka yang mempunyai prestasi nonakademik. Hal ini sangat timpang dengan punnishment yang diberikan.

Selain itu, biasanya prestasi akademik sangat beguna ketika seorang mahasiswa telah lulus dan hendak mencari kerja sementara di kampus saya yang notabene adalah kampus kedinasan yang menjadikan alumninya tidak perlu repot-repot mencari kerja. Sehingga kebanyakan mahasiswa secara tidak langsung dipaksa untuk tidak bersinggungan dengan kelompok-kelompok kepentingan yang ada di kampus. Selain itu, golongan tersebut mungkin saja timbul karena sebuah kekecewaan terhadap kelompok kepentingan yang ada di kampus yang kurang bisa menyalurkan aspirasi mereka karena hanya terfokus untuk melayani suatu golongan tertentu yang memang sudah menjadi pemain lama.

Kalaupun kita harus menjadi mahasiswa yang apatis, apatisme itu haruslah timbul karena merupakan jalan yang kita pilih dengan berbagai pertimbangan jangan sampai apatisme itu timbul karena keterpaksaan.

Hidup Mahasiswa!
Hidup Ilmu Pengetahuan Indonesia!
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar